SEJARAH BIOTEKNOLOGI DI
INDONESIA
Bioteknologi adalah
ilmu terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu mikrobiologi, biokimia dan
rekayasa genetika untuk menghasilkan produk dan jasa. Bioteknologi
secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu.
Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun
keju yang sudah dikenal sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan
varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi
hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara
lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam
jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan
signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat
ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Lembaga penelitian perkebunan yang berkedudukan di Jalan
Taman Kencana No. 1 Bogor, saat ini bernama Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan Indonesia, pernah memiliki nama dan peran yang besar dalam memajukan
dan mengembangkan perkebunan di Indonesia. Ukiran sejarah lembaga penelitian
tersebut dimulai sejak jaman penjajahan Belanda. Dari tahun 1901 sampai dengan
tahun 1916, di Pulau Jawa didirikan enam lembaga penelitian perkebunan, dua di
antaranya berada di Bogor yaitu Algemeen Profestation voor Thee, Profestation
voor Rubber. Gedung yang berdiri megah dengan model yang sangat spesifik di Jalan
Taman Kencana No. 1 dibangun pada tahun 1926. Gedung tersebut merupakan tonggak
sejarah kebesaran lembaga penelitian perkebunan di Pulau Jawa selama masa
penjajahan Belanda. Pada tahun 1933 dilakukan penciutan dari enam menjadi tiga
lembaga penelitian yaitu Profestation West Java, Profestation Midden-en Oost
Java dan Besoekisch Profestation. Ketiganya semula dikelola oleh Algemeen
Landbouw Syndicat (ALS) namun kemudian diserahkan kepada Centrale Vereniging
tot Beheer van Profestation voor de Overjarige Cultuur in Indonesie yang lebih
dikenal dengan sebutan Centrale Profestation Vereniging (CPV).
Dalam perjalanannya, Profestation West Java diubah menjadi
Profestation der CPV Bogor, Profestation Midden-en Oost Java menjadi
Profestaion der CPV Malang, dan Besoekisch Profestation menjadi Profestation
der CPV Jember. Pada tahun 1952 ketiga lembaga penelitian tersebut di atas
digabung menjadi satu yakni Profestation der CPV yang berkedudukan dan berpusat
di Bogor, dengan Jember sebagai cabangnya. Selanjutnya sehubungan dengan
pengambil-alihan perusahaan-perusahaan milik Belanda oleh pemerintah Indonesia
pada tahun 1957 maka Profestation der CPV diubah namanya menjadi Balai
Penyelidikan Perkebunan Besar berkedudukan di Bogor dengan cabangnya di Jember.
Bersamaan dengan itu Indonesisch Instituut voor Rubber Onderzoek/INIRO yang
berkedudukan di Jalan Salak No. 1 Bogor (berdekatan dengan gedung CPV)
diubah
namanya menjadi Balai Penyelidikan dan Pemakaian Karet. Pada tahun 1968 kedua
lembaga penelitian tersebut digabung dan namanya diganti menjadi Balai
Penelitian Perkebunan Bogor.
Mulai tahun 1987 Balai Penelitian Perkebunan Bogor berada di
bawah pengelolaan Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia
(AP3I). Pada tahun 1989 nama Balai Penelitian Perkebunan Bogor diubah menjadi
Pusat Penelitian Perkebunan Bogor .
Dalam upaya untuk melaksanakan penelitian bioteknologi perkebunan secara
terpadu dan efisien, pada tahun 1993 Pusat Penelitian Perkebunan Bogor diubah
menjadi Pusat Penelitian Bioteknologi Perkebunan. Dengan gedung, fasilitas, dan
SDM yang masih sama, akhirnya, pada tahun 1996 lembaga penelitian yang
sebelumnya pernah memiliki nama besar di Indonesia diubah menjadi Unit
Penelitian Bioteknologi Perkebunan (UPBP), sebuah lembaga yang secara de jure hilang
dari struktur organisasi resmi. Lalu pada tahun 2003 lembaga ini berganti nama
menjadi Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Dimana dengan danya
hal tersebut ditandai dengan mulainya perkembangan bioteknologi di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar