I.
PENDAHULUAN
1. 1 Latar
Belakang
Sebahagian besar
air yang diperlukan oleh tumbuhan berasal dari tanah. Air ini harus tersedia
pada saat tumbuhan memerlukannya. Kebutuhan air setiap tumbuhan berbeda.
Tumbuhan air memerlukan air lebih banyak dibandingkan jenis tumbuhan
lainnya.
Air merupakan substansi yang paling umum di atas bumi dan diperlukan
untuk semua kehidupan. Penyediaan air tawar dalam jangka waktu lama selama
terus - menerus sama dengan presipitasi (hujan) tahunan yang rata - ratanya 26
inci (650 mm) untuk permukaan lahan
dunia. Tanah yang terletak di daerah peralihan atmosfer - litosfer memainkan
peran penting dalam menentukan jumlah presipitasi yang mengaliri lahan dan
jumlah yang meresap ke dalam tanah untuk disimpan serta digunakan di masa depan.
Suatu hal yang menguntungkan
bahwa air tidak mudah rusak. Sekarang bumi mengandung air sebanyak yang
dikandungnya beberapa ribu tahun silam. Akan tetapi, air dibagikan tidak merata
oleh curah hujan, berubah bentuk, berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya
dan dapat tercemar.
Dalam pengolahan tanah, air
juga berfungsi mempermudah pengolahan tanah, mengendalikan perubahan suhu, dan
bila menggenang (pada sistem sawah) dapat menghambat pertumbuhan gulma.
Reaksi–reaksi kimia dalam
tanah hanya berlangsung bila terdapat air. Pelepasan unsur–unsur hara dari
mineral primer terutama juga karena pengaruh air, yang kemudian mengangkutnya
ke tempat lain (pencucian unsur hara). Sebaliknya kemampuan air menghanyutkan
unsur hara dapat pula dimanfaatkan untuk mencuci garam-garam beracun yang
berlebihan dalam tanah.
1. 2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum kadar air adalah untuk
mengetahui kadar air pada tiap lapisan tanah inseptisols.
Kegunaan dari praktikum kadar
air adalah sebagai bahan informasi kepada pembaca khususnya mahasiswa tentang
kadar air pada jenis-jenis tanah yang dapat menentukan jenis suatu komoditas
yang dapat dikembangkan pada tanah tersebut.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
2. 1 Kadar Air dalam Tanah
Air dibutuhkan oleh tumbuhan untuk memenuhi
kebutuhan biologisnya, antara lain untuk memenuhi transpirasi, dalam proses asimilasi
untuk pembentukan karbohidrat, serta untuk mengangkut hasil-hasil
fotosintesisnya ke seluruh jaringan tanaman. Reaksi-reaksi kimia dalam tanah
hanya berlangsung jika terdapat air. Pelepasan unsur-unsur hara dari mineral
primer terutama juga karena pengaruh air, yang kemudian mengangkutnya ke tempat
lain. Sebaliknya kemampuan air menghanyutkan unsur hara dapat pula dimanfaatkan
untuk mencuci garam-garam beracun yang berlebihan dalam tanah. Cara yang
bisa menyatakan jumlah air yang terdapat dalam tanah adalah dalam persen
terhadap tanah kering. Bobot tanah lembab tidak dipakai karena bergelonjak
dengan kadar airnya (Hakim, dkk 1986).
Kadar air
juga dapat dinyatakan dalam persen volume, yaitu persentase volume air terhadap
volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran
mengenai ketersediaan air bagi tumbuhan pada volume tanah tertentu (Hardjowigeno,
1992).
Cara
penetapan kadar air tanah dapat digolongkan ke dalam: (1) gravimetrik, (2)
tegangan dan hisapan, (3) hambatan listrik (blok tahanan), (4) pembauran neutron
( neutron scattering) (Hakim, dkk 1986).
Cara
gravimetrik merupakan cara yang paling umum dipakai. Dengan cara ini sejumlah
tanah basah dikeringkan dalam oven pada suhu tertentu untuk waktu tertentu. Air
yang hilang karena pengeringan tersebut merupakan sejumlah air yang terdapat
dalam tanah basah (Hanafiah, 2005).
Banyaknya
kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air dalam
tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya tenaga yang
dibutuhkan untuk menahan air tersebut dalam tanah (Hardjowigeno, 1992).
Air terdapat
di dalam tanah karena ditahan oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air,
atau karena keadaan drainase yang kurang
baik (Hardjowigeno, 2003).
2. 2 Kondisi Air Tanah (Jenuh Air,
Kapasitas Lapang, Titik Layu Permanen, Hidroskopis)
Kandungan di dalam tanah dapat ditentukan
dengan beberapa cara. Sering dipakai istilah–istilah nisbi, seperti basah dan
kering. Kedua – duanya adalah kisaran yang tidak pasti tentang kandungan air
dan karena itu dapat ditafsirkan barmacam – macam. Begitu pula dengan adanya
istilah jenuh dan tidak jenuh. Jenuh menunjukkan pori–pori penuh berisi air dan
tidak jenuh menunjukkan setiap kandungan air kurang dari jenuh.
Segera
setelah pembasahan, tanah yang dalam dan dreinase baik akan memiliki lebuh
banyak air pada lapisan permukaan daripada di lapisan bawah permukaan. Dengan
demikian gradian potensial tetap ada dan menyebabkan aliran ke bawah terus
berlangsung meskipun setelah infiltrasi permukaan berhenti. Aliran ini
memindahkan air dari horison atas yang lebih basah ke lapisan–lapisan di bawah
yang lebih kering. Hal ini tidak hanya menyebabkan distribusi air yang lebih
seragam dalam profil, tetapi juga memperkecil kandungan air rata–rata yang
menyebabkan hantaran hidrolik dan drainase bertambah kecil. Sesudah dua sampai
tiga hari, laju drainase menjadi sangat lambat dan kandungan air hampir
konstan. Kandungan air pada saat ini dinamakan kapasitas lapang, dan dapat
didefenisikan sebagai jumlah air yang dapat ditahan tanah setelah pembasahan
dan drainase penuh. Kapasitas lapang diperlakukan sebagai konstanta air tanah,
artinya setiap kali tanah dibasahi dan didrainase, tanah akan menahan kembali
jumlah air yang sama.
Titik layu permanen merupakan kandungan air tanah
di mana akar–akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah,
sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan tetap layu baik pada siang maupun
malam hari (Hardjowigeno, 2007).
2. 3 Hubungan Kadar Air terhadap Produktivitas
Tanaman dan Faktor - Faktor yang Mempengaruhinya
Faktor iklim dan tanaman juga menentukan
kadar dan ketersediaan air tanah. Faktor iklim yang berpengaruh meliputi curah
hujan, temperatur dan kecepatan angin, yang pada prinsipnya terkait dengan
suplai air dan evapotranspirasi. Faktor tanaman yang berpengaruh meliputi
bentuk dan kedalaman perakaran, toleransi terhadap kekeringan serta tingkat dan
stadia pertumbuhan, yang pada prinsipnya
terkait dengan kebutuhan air tanaman. Penyerapan
air tanah oleh tanaman hanya berlangsung apabila terjadi kontak langsung antara
molekul-molekul air dan dengan permukaan akar absorbtif (bulu-bulu akar) (Hanafiah,
2005).
Air
berfungsi sebagai media gerak hara ke akar-akar tanaman. Akan tetapi bila air
terlalu banyak, hara-hara yang ada akan hilang tercuci dari lingkungan
perakaran atau bila evaporasi tinggi, garam-garam terlarut mungkin terangkut ke
lapisan atas tanah dan kadang-kadang tertimbun dalam jumlah yang dapat merusak
tanaman. Air yang berlebihan juga membatasi pergerakan udara di dalam tanah,
dan merintangi akar tanaman memperoleh O2. Karena itu air dapat
berguna atau merugikan bagi tanaman, tergantung pada jumlah air yang ada dalam tanah.
Air juga berpengaruh penting pada sifat fisik tanah. Kandungan air pada tanah
sangat berpengaruh pada konsistensi tanah dan kesesuaian tanah untuk diolah.
Begitu pula variasi kandungan air mempengaruhi daya dukung tanah. Air mempunyai
dua sifat yang penting pada kelakuan air di dalam tanah, yaitu (1) massa dan
(2) polaritas. Oleh karena massanya, air di tarik ke bawah oleh gaya gravitasi.
Polaritas disebabkan oleh susunan molekul air. Setiap molekul air terdiri dari
satu ion oksigen yang bermuatan negatif dan dua ion hidrogen yang bermuatan
positif. Letak hidrogen selalu cenderung berada pada satu sisi dari oksigen,
menyebabkan bagian itu bermuatan positif, sedangkan sisi lain bermuatan negatif
(Pairunan,dkk, 1985).
Kemampuan
tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah
bertekstur kasar mempunyai daya manahan air lebih kecil dari pada tanah
bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir
umumnya lebih mudah kekeringan dari pada tanah-tanah bertekstur lempung atau
liat. Air tanah selalu aktif semenjak permulaan dalam membantu proses
pembentukan horizon-horizon tanah. Air penting untuk pertumbuhan tanaman dan
reaksi-reaksi kimia dalam pelapukan mineral. Air perkolasi membantu siklus
unsur hara dan pemindahan liat, oksidasi besi dan aluminium, garam-garam dan
lain-lain. Di daerah kering gerakan air ke atas, menyebabkan terjadinya akumulasi
garam di permukaan tanah (Hardjowigeno, 2003).
Baik air maupun liat koloidal
bermuatan listrik, maka terjadi tarik - menarik yang kuat antara keduanya,
beberapa lapis molekul air yang menempel dipermukaan liat koloidal disebut air
adhesi. Air adhesi ini juga terbentuk pada permukaan partikel non koloidal (tanpa
muatan) melalui gaya matrik, yang menyebabkan penurunan energi air, sehingga terjadi
pelepasan panas (Hanafiah, 2005).
III. METODOLOGI
3. 1 Tempat dan Waktu
Praktikum percobaan kadar air dilaksanakan di
laboratorium kimia Tanah Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Berlangsung pada hari Selasa, 26 Oktober 2010, pukul 11.00 WITA sampai selesai.
3. 2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cangkul,
kantong mayat, ember, cawan petridis, timbangan dan pot.
Bahan-bahan yang digunakan
pada praktikum kadar air adalah tanah kering udara inseptisols, aquades, air, tissu
rol, dan kertas label.
3. 3 Prosedur Kerja
3. 3. 1 Gravimetrik
1. Menimbang cawan
petridish, kemudian menambahkan 20 gram tanah kering udara;
2. Mengeringkan di dalam
oven suhu 1050C selama 2 x 24 jam;
3. Mengeluarkan cawan
petridish dan tanah dari oven, mendinginkan dalam desikator kemudian menimbang
cawan petridish bersama tanah;
4. Perhitungan
:
Kandungan air
tanah = x
100 %
3. 3. 2 Kapasitas Pot
ü
Menyiapkan 1 buah pot yang berukuran sedang, kemudian
mengisi dengan tanah sampai penuh.
ü
Menyiapkan kurang lebih 1 L dan menumpahkan pada
tanah sampai tanah tersebut jenuh air
ü
Menutup pot dengan menggunakan plastik. Pastikan
bahwa seluruh pot tertutup rapat, kemudian diamkan selama 1x 24 jam.
ü
Setelah didiamkan selama 1x 24 jam, buka plastik
yang menutupi pot kemudian cungkil tanahnya.
ü
Menimbang tanah yang telah dicungkil (nilai
tersebut sebagai berat basah) kemudian ovenkan lagi selama 1x 24 jam.
ü
Setelah diovenkan, timbang tanahnya (nilai
tersebut sebagai berat kering)
ü
Menghitung kadar air kapasitas pot dengan
menggunakan rumus:
Kadar air kapasitas pot = x
100
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan kadar air pada tanah
alfisol dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6; Kadar Air pada Metode Gravimetrik
Jenis
Tanah Kandungan Air Tanah (%)
|
Inseptisols 9,9
|
Tabel 7; Kadar Air pada Metode Kapasitas Lapang
Jenis Tanah Kadar Air Kapasitas Lapang
|
Alfisol 0,2
g
|
4. 2. Pembahasan
Pada metode percobaan menggunakan metode kapasitas
lapang maka kadar air tanah alfisols yang diperoleh yakni 0,2 gram . Kadar air
ini lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan metode gravimetrik pada tanah
inseptisols yaitu 9,9 yang tergolong rendah. Hal ini disebabkan karena tekstur
yang dimiliki oleh tanah alfisol adalah tekstur kasar / pasir sehingga
kemampuan mengikat air rendah. Karena tanah-tanah bertekstur pasir, butir – butirnya
berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat (misalnya setiap gram)
mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan)
air. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hardjowigeno (2003), yang
menyatakan bahwa tanah–tanah bertekstur
kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.
Berdasarkan hasil yang telah
diperoleh, tanah inseptisols memiliki kadar air apabila dihitung dengan metode
gravimetrik adalah 9,9 ini menunjukkan bahwa kandungan pada tanah inseptisols
rendah. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai kadar air tanah inseptisols pada
percobaan gravimetrik lebih tinggi dari percobaan dengan metode kapasitas
lapang pada tanah alfisols. Hal ini dapat terjadi disebabkan karena ada beberapa lapisan pada tanah
inseptisols bertekstur liat / halus. Tanah-tanah bertekstur liat, karena lebih
halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar
sehingga kemampuan menahan air tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Pairunan,
dkk. (1985), yang menyatakan bahwa liat dapat menyimpan air lebih banyak dari
pasir, karena liat mempunyai luas permukaan yang luas yang dapat diseliputi
air.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah
diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar air pada tanah inseptisols
dengan menggunakan metode gravimetri adalah 9.9% jika dibandingkan dengan
kandungan air pada tanah alfisols yang dihitung dengan menggunakan metode
kapasitas lapang adalah 0,2 g. Faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah / kadar
air dalam tanah adalah hubungan tegangan dengan kelembapan, kadar garam,
kedalaman tanah, dan strata atau lapisan tanah.
5. 2. Saran
Sebaiknya dalam memilih tanah pertanian, perlu
diperhatikan kandungan air tanah untuk suatu jenis tanah. Karena kadar air tanah
cukup berperan setelah bahan organik tanah yang turut mempengaruhi kandungan
unsur hara yang diperlukan tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis,
Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hardjowigeno, H, Sarwono. 1992. Ilmu
Tanah. PT Melton Putra: Jakarta.
2003. Ilmu
Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
2007. Ilmu
Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta
Hanafiah
MS, Ali, Kemas. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Praja Grafindo
Persada:
Jakarta.
Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo
S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji
Asmadi, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi
Negeri Indonesia Timur
LAMPIRAN
Gravimetrik:
Perhitungan Kadar Air pada Profil tanah Inseptisols
Diketahui : Berat tanah basah = 20 garam
Berat tanah kering = 18,25 gram
Kandungan air tanah = x
100 %
= 20
– 18,25 x 100%
18,25
=
9,9%
Kapasitas lapang
Perhitungan Kadar Air pada Profil tanah Alfisol
Diketahui : Berat tanah basah = 37
gram
Berat tanah kering oven = 30,9 gram
Kadar air =
= 37 – 30,9
30,9
= 0,2 gram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar