I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Struktur
tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel–partikel
tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses
pedogenesis. Susunan tanah berhubungan dengan cara dimana partikel pasir, debu
dan liat relatif disusun satu sama lain.
Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan
debu dipegang bersama pada agregat–agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan
kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi
air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih
dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk
kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.
Teori pembentukan tanah berdasarkan
flokulasi dapat terjadi pada tanah yang berada dalam larutan, misal pada tanah
yang agregatnya telah dihancurkan oleh air hujan atau pada tanah sawah. Menurut
Utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa retakan terjadi karena pembengkakan
dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan dan pengeringan yang berperan
penting dalam pembentukan agregat.
Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik.
Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik.
Agregat yang baik terbentuk karena flokulasi maupun
oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat
(sementasi) yang terjadi secara kimia atau adanya aktifitas biologi.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari percobaan analisis struktur
tanah adalah untuk mengetahui gambaran perbandingan atau perbedaan struktur
pada setiap lapisan tanah inseptisols.
Kegunaan
dari percobaan struktur pada tanah inseptisols yaitu sebagai bahan informasi
bagi pembaca khususnya mahasiswa agar dapat mengetahui struktur pada jenis
tanah inseptisols dan sekaligus mempelajari mengenai jenis struktur tanah serta
faktor pembentukannya atau daerah pembentukan struktur tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Struktur Tanah
Struktur
tanah merupakan gumpalan–gumpalan kecil alami dari tanah, akibat melekatnya
butir–butir primer tanah satu sama lainnya. Satu unit struktur disebut ped
(terbentuk karena proses alami). Clod juga merupakan unit gumpalan tanah
terbentuknya bukan karena proses alami (misalnya melalui pencangkulan, tusukan
pisau dan sebagainya).
Struktur
tanah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1. Kersai (granular). Struktur tanah jenis ini mempunyai pori–pori
sedikit dan lebih padat. Agregat yang membulat, biasanya berdiameter tidak
lebih dari 2 cm. umumnya terdapat pada horizon A yang dalam keadaan lepas yang
disebut “Crumbs” atau Spherical.
2. Kubus (bloky). Berbentuk jika sumber horizon sama dengan sumbu
vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus menyudut (angular blocky) dan jika
sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukurannya
dapat mencapai 10 cm.
3. Lempeng (platy). Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari
sumbu vertikalnya. Biasanya terjati pada tanah liat yang baru terjadi secara
deposisi (deposited).
4. Prisma. Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari padaa
sumbu horizontal. Jadi agregat terarah padasumbu vertikal. Seringkali mempunyai
6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm, banyak terdapat pada horizon B tanah
berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut
kolumnar (Miller dan Donahue 1990).
5. Tiang. Struktur tanah ini mengalami perkembangan sangat lanjut
dan terdapat pada horizon B.
6. Remah (crumb). Struktur tanah ini merupakan struktur tanah yang
mampunyai pori–pori atau berpori – pori banyak.
2. 2 Pengaruh Struktur Tanah terhadap
Tanaman
Pengaruh
struktur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsung. Struktur
tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman
pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan
struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak
yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar
tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini
disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat
per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat
mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia
banyak pada tanah remah. Selain itu, akar memiliki kesempatan untuk bernafas
secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandingkan pada tanah yang padat.
Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur
halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit
bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan
mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga
perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme
tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.
2. 3 Faktor yang Mempengaruhi
Kemantapan Struktur
Faktor yang mempengaruhi
kemantapan struktur tanah adalah sebagai berikut:
1.
Bahan induk
Variasi
penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta
kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat,
karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran
pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat
> 30% akan berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30%
tidak berpengaruh terhadap agregasi.
2.
Bahan organik tanah
Bahan
organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian
tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan
organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
3.
Tanaman
Tanaman
pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar tanaman
dapat menembus tanah dan membentuk celah–celah. Disamping itu dengan adanya
tekanan akar, maka butir–butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu,
celah–celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserap oleh tanaman
tersebut.
4. Organisme tanah
Organisme
tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan
langsung dengan membuat lubang dan menggemburkan tanaman. Secara tidak langsung
merombak sisa–sisa tanaman yang telah dipergunakan akan dikeluarkan lagi
menjadi bahan pengikat tanah.
5. Waktu
Waktu menentukan semua faktor
pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang
terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.
6. Iklim
6. Iklim
Iklim
berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan.
Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat
tanah (Hanafiah, 2004)
III.
METODOLOGI
3. 1 Tempat dan Waktu
Praktikum struktur
tanah dilaksanakan di laboratorium kimia tanah, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pada hari Rabu 13 Oktober 2010. Berlangsung dari pukul 09.00 WITA sampai
dengan pukul 11.00 WITA, kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 WITA
sampai selesai.
3. 2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang
digunakan pada praktikum ini adalah kaca pembesar (loup), cawan petridis,
saringan kawat, buret, pipet tetes, gelas piala, botol semprot, dan stopwatch.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel tanah tergangngu tanah inseptisols (lapisan 1, 2 dan 3) dan
aquadest.
3. 3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada
analisis struktur tanah adalah sebagai berikut :
1.
Praktik 1. Mengenai bentuk, ukuran
dan tingkat perkembangan struktur
Mengamati bentuk, ukuran dan tingkat perkembangan struktur tanah dengan
menggunakan kaca pembesar (loup).
2.
Praktik 2. Kemantapan struktur
dalam air
Menaruh air destilasi dalam cawan petridish. Selanjutnya pilih tiga butir
agregat tanah yang representative (<2 mm) dam masukkan dengan hati–hati ke
dalam air pada cawan petridish tersebut. Mengamati keutuhan tanah setelah
beberapa lama.
3.
Praktik 3. Kemantapan agregat
terhadap tetesan air
·
Meletakkan 3 butir tanah
berukuran sekitar 1 – 2 mm di atas saringan dari kawat yang ditaruh di atas
gelas piala. Membasahi agregat–agregat dengan air, dengan menggunakan pipet
tetes, biarkan 10 menit agar pembahasan merata;
·
Menetesi agregat–agregat
tersebut dengan air dari buret yang dipasang 20 cm di atas saringan;
·
Menghitung jumlah tetesan
yang diperlukan untuk menghancurkan agregat–agregat tanah tersebut (Tim dosen
dan Asisten, 2010)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
Tabel 3;
Pengamatan Bentuk, Ukuran, dan Tingkat Perkembangan Struktur Tanah
Inseptisols
No. Sampel
Sampel Bentuk Ukuran
Tingkat
tanah struktur agregat perkembangan
struktur
|
Lapisan I
Inseptisols Granular < 2 cm Lemah
Lapisan II
Inseptisols
Sub granular
< 2 cm Kuat
Lapisan III
Inseptisols
Granular < 2 cm Sedang
|
Tabel 4; Pengamatan Bentuk, Ukuran, dan Tingkat Perkembangan
Struktur Tanah Inseptisols
No. Sampel Sampel
Keutuhan Jumlah tetesan untuk
Tanah agregat tanah menghancurkan agregat tanah
|
Lapisan I Inseptisols Cepat 283 tetesan dalam waktu 10 menit
Lapisan II Inseptisols Lambat 364 tetesan dalam waktu 10 menit
Lapisan III Inseptisols
Sedang 348 tetesan dalam waktu 10 menit
|
4. 2 Pembahasan
Dari kegiatan pengamatan
diperoleh hasil bahwa tanah inseptisols pada lapisan pertama mempunyai struktur
granular dengan ukuran <2 cm dengan ketahanan stuktur yakni lemah dan
apabila ditetesi oleh air memerlukan waktu yang lumayan cepat. Hal ini
dibuktikan karena sisi-sisi agregat tanahnya
membentuk sudut–sudut
ped yang tajam. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003), yang menyatakan bahwa ciri tanah
yang berstuktur angular adalah sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal dan
sisi – sisinya membentuk sudut yang tajam.
Pada tanah inseptisols lapisan kedua memiliki struktur subangular
dengan ukuran <2 cm dengan ketahanan struktur yakni kuat, dan apabila
ditetesi oleh air atau ditenggelamkan dalam air tanah ini memerlukan waktu yang
lumayan lama untuk hancur. Tanah ini memiliki struktur subangular karena pada
saat pengamatan ditemukan ciri-ciri yakni sisi-sisi agregatnya membentuk sudut
membulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) yang menyatakan
bahwa struktur tanah subgranular memiliki ciri–ciri sumbu vertikal sama dengan
sumbu horizontal dengan sisi-sisi agregatnya membentuk sudut membulat.
Pada
tanah inseptisols lapisan ketiga diperoleh hasil bahwa struktur tanah ini
adalah granular dengan ukuran sebesar <2 cm dengan ketahanan struktur sedang
tetapi memerlukan waktu yang lumayan lama untuk hancur apabila ditetesi atau di
tenggelamkan dalam air. Tanah ini memiliki struktur yang granular. Hal ini
dibuktikan karena sisi-sisi agregat tanahnya membentuk sudut yang tajam. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hardjowigeno (2003), yang menyatakan bahwa ciri-ciri tanah yang
berstuktur granular adalah sumbu vertikal sama dengan sumbu horizontal dan sisi
– sisinya membentuk sudut yang tajam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan,
kita dapat menyimplkan bahwa Praktikum struktur tanah dilaksanakan di
laboratorium kimia tanah, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar Disamping
itu, faktor–faktor yang mempengaruhi kemamntapan struktur tanah adalah
bahan induk, bahan organik tanah, iklim, tanaman, organisme tanah dan waktu.
5. 2 Saran
Agar persediaan alat dapat ditingkatkan jumlahnya, supaya
praktikum kedepannya dapat berjalan dengan lancar sehingga hasil yang diperoleh
dapat dimanfaatkan dan dapat berpengaruh pada pertanian khususnya pertanian Indonesia
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi
Utomo, W. 1982. Dasar-Dasar Fisika Tanah.
Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya: Malang.
Hanafiah, K.A.
2004. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Rajawali pers,
Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Miller, Donahue. 1990. Soil: An
Introduction to Soils and Plant Growth. Prentice Hall, England.
(Terjemahan) Gramedia Pustaka, Jakarta.
Tim dosen dan asisten. 2010. Penuntun Praktikum Dasar–Dasar Ilmu Tanah.
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar