Jumat, 11 Mei 2012

Laporan Struktur Tanah


I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Struktur tanah merupakan sifat fisik tanah yang menggambarkan susunan ruangan partikel–partikel tanah yang bergabung satu dengan yang lain membentuk agregat dari hasil proses pedogenesis. Susunan tanah berhubungan dengan cara dimana partikel pasir, debu dan liat relatif disusun satu sama lain.
Di dalam tanah dengan struktur yang baik, partikel pasir dan debu dipegang bersama pada agregat–agregat (gumpalan kecil) oleh liat humus dan kalsium. Ruang kosong yang besar antara agregat (makropori) membentuk sirkulasi air dan udara juga akar tanaman untuk tumbuh ke bawah pada tanah yang lebih dalam. Sedangkan ruangan kosong yang kecil (mikropori) memegang air untuk kebutuhan tanaman. Idealnya bahwa struktur disebut granular.
Teori pembentukan tanah berdasarkan flokulasi dapat terjadi pada tanah yang berada dalam larutan, misal pada tanah yang agregatnya telah dihancurkan oleh air hujan atau pada tanah sawah. Menurut Utomo dan Dexter (1982) menyatakan bahwa retakan terjadi karena pembengkakan dan pengerutan sebagai akibat dari pembasahan dan pengeringan yang berperan penting dalam pembentukan agregat.
Dapat diambil kesimpulan bahwa agregat tanah terbentuk sebagai akibat adanya interaksi dari butiran tunggal, liat, oksioda besi/ almunium dan bahan organik.
Agregat yang baik terbentuk karena flokulasi maupun oleh terjadinya retakan tanah yang kemudian dimantapkan oleh pengikat (sementasi) yang terjadi secara kimia atau adanya aktifitas biologi.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari percobaan analisis struktur tanah adalah untuk mengetahui gambaran perbandingan atau perbedaan struktur pada setiap lapisan tanah inseptisols.
            Kegunaan dari percobaan struktur pada tanah inseptisols yaitu sebagai bahan informasi bagi pembaca khususnya mahasiswa agar dapat mengetahui struktur pada jenis tanah inseptisols dan sekaligus mempelajari mengenai jenis struktur tanah serta faktor pembentukannya atau daerah pembentukan struktur tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan–gumpalan kecil alami dari tanah, akibat melekatnya butir–butir primer tanah satu sama lainnya. Satu unit struktur disebut ped (terbentuk karena proses alami). Clod juga merupakan unit gumpalan tanah terbentuknya bukan karena proses alami (misalnya melalui pencangkulan, tusukan pisau dan sebagainya).
            Struktur tanah dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
1.      Kersai (granular). Struktur tanah jenis ini mempunyai pori–pori sedikit dan lebih padat. Agregat yang membulat, biasanya berdiameter tidak lebih dari 2 cm. umumnya terdapat pada horizon A yang dalam keadaan lepas yang disebut “Crumbs” atau  Spherical.
2.      Kubus (bloky). Berbentuk jika sumber horizon sama dengan sumbu vertikal. Jika sudutnya tajam disebut kubus menyudut (angular blocky) dan jika sudutnya membulat maka disebut kubus membulat (sub angular blocky). Ukurannya dapat mencapai 10 cm.
3.      Lempeng (platy). Bentuknya sumbu horizontal lebih panjang dari sumbu vertikalnya. Biasanya terjati pada tanah liat yang baru terjadi secara deposisi (deposited).
4.      Prisma. Bentuknya jika sumbu vertikal lebih panjang dari padaa sumbu horizontal. Jadi agregat terarah padasumbu vertikal. Seringkali mempunyai 6 sisi dan diameternya mencapai 16 cm, banyak terdapat pada horizon B tanah berliat. Jika bentuk puncaknya datar disebut prismatik dan membulat disebut kolumnar (Miller dan Donahue 1990).
5.      Tiang. Struktur tanah ini mengalami perkembangan sangat lanjut dan terdapat pada horizon B.
6.      Remah (crumb). Struktur tanah ini merupakan struktur tanah yang mampunyai pori–pori atau berpori – pori banyak.
2. 2 Pengaruh Struktur Tanah terhadap Tanaman
Pengaruh struktur tanah terhadap pertumbuhan tanaman terjadi secara langsung. Struktur tanah yang remah (ringan) pada umumnya menghasilkan laju pertumbuhan tanaman pakan dan produksi persatuan waktu yang lebih tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat. Jumlah dan panjang akar pada tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah remah umumnya lebih banyak dibandingkan dengan akar tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah berstruktur berat. Hal ini disebabkan perkembangan akar pada tanah berstruktur ringan/remah lebih cepat per satuan waktu dibandingkan akar tanaman pada tanah kompak, sebagai akibat mudahnya intersepsi akar pada setiap pori-pori tanah yang memang tersedia banyak pada tanah remah. Selain itu, akar memiliki kesempatan untuk bernafas secara maksimal pada tanah yang berpori, dibandingkan pada tanah yang padat. Sebaliknya bagi tanaman makanan ternak yang tumbuh pada tanah yang bertekstur halus seperti tanah berlempung tinggi, sulit mengembangkan akarnya karena sulit bagi akar untuk menyebar akibat rendahnya pori-pori tanah. Akar tanaman akan mengalami kesulitan untuk menembus struktur tanah yang padat, sehingga perakaran tidak berkembang dengan baik. Aktifitas akar tanaman dan organisme tanah merupakan salah satu faktor utama pembentuk agregat tanah.
2. 3 Faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Struktur
Faktor yang mempengaruhi kemantapan struktur tanah adalah sebagai berikut:
1. Bahan induk
Variasi penyusun tanah tersebut mempengaruhi pembentukan agregat-agregat tanah serta kemantapan yang terbentuk. Kandungan liat menentukan dalam pembentukan agregat, karena liat berfungsi sebagai pengikat yang diabsorbsi pada permukaan butiran pasir dan setelah dihidrasi tingkat reversiblenya sangat lambat. Kandungan liat > 30% akan berpengaruh terhadap agregasi, sedangakan kandungan liat < 30% tidak berpengaruh terhadap agregasi.
2. Bahan organik tanah
Bahan organik tanah merupakan bahan pengikat setelah mengalami pencucian. Pencucian tersebut dipercepat dengan adanya organisme tanah. Sehingga bahan organik dan organisme di dalam tanah saling berhubungan erat.
3. Tanaman
Tanaman pada suatu wilayah dapat membantu pembentukan agregat yang mantap. Akar tanaman dapat menembus tanah dan membentuk celah–celah. Disamping itu dengan adanya tekanan akar, maka butir–butir tanah semakin melekat dan padat. Selain itu, celah–celah tersebut dapat terbentuk dari air yang diserap oleh tanaman tersebut.
 4. Organisme tanah
Organisme tanah dapat mempercepat terbentuknya agregat. Selain itu juga mampu berperan langsung dengan membuat lubang dan menggemburkan tanaman. Secara tidak langsung merombak sisa–sisa tanaman yang telah dipergunakan akan dikeluarkan lagi menjadi bahan pengikat tanah.
 5. Waktu
Waktu menentukan semua faktor pembentuk tanah berjalan. Semakin lama waktu berjalan, maka agregat yang terbentuk pada tanah tersebut semakin mantap.
6. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap proses pengeringan, pembasahan, pembekuan, pencairan. Iklim merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan agregat tanah (Hanafiah, 2004)
III.  METODOLOGI
3. 1 Tempat dan Waktu
Praktikum struktur tanah dilaksanakan di laboratorium kimia tanah, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.  Pada hari Rabu 13 Oktober 2010. Berlangsung dari pukul 09.00 WITA sampai dengan pukul 11.00 WITA, kemudian dilanjutkan kembali pada pukul 13.00 WITA sampai selesai.
3. 2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah kaca pembesar (loup), cawan petridis, saringan kawat, buret, pipet tetes, gelas piala, botol semprot, dan stopwatch.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel tanah tergangngu tanah inseptisols (lapisan 1, 2 dan 3) dan aquadest.
3. 3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada analisis struktur tanah adalah sebagai berikut :
1.      Praktik 1. Mengenai bentuk, ukuran dan tingkat perkembangan struktur
Mengamati bentuk, ukuran dan tingkat perkembangan struktur tanah dengan menggunakan kaca pembesar (loup).
2.      Praktik 2. Kemantapan struktur dalam air
Menaruh air destilasi dalam cawan petridish. Selanjutnya pilih tiga butir agregat tanah yang representative (<2 mm) dam masukkan dengan hati–hati ke dalam air pada cawan petridish tersebut. Mengamati keutuhan tanah setelah beberapa lama.
3.      Praktik 3. Kemantapan agregat terhadap tetesan air
·         Meletakkan 3 butir tanah berukuran sekitar 1 – 2 mm di atas saringan dari kawat yang ditaruh di atas gelas piala. Membasahi agregat–agregat dengan air, dengan menggunakan pipet tetes, biarkan 10 menit agar pembahasan merata;
·         Menetesi agregat–agregat tersebut dengan air dari buret yang dipasang 20 cm di atas saringan;
·         Menghitung jumlah tetesan yang diperlukan untuk menghancurkan agregat–agregat tanah tersebut (Tim dosen dan Asisten, 2010)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.      1  Hasil
Tabel 3;  Pengamatan Bentuk, Ukuran, dan Tingkat Perkembangan Struktur Tanah Inseptisols
No. Sampel              Sampel        Bentuk           Ukuran                        Tingkat       
                                 tanah           struktur           agregat                  perkembangan
                                                                                                                struktur        
Lapisan I               Inseptisols     Granular          < 2 cm                       Lemah
Lapisan II              Inseptisols     Sub granular    < 2 cm                       Kuat
Lapisan III            Inseptisols      Granular         < 2 cm                        Sedang

Tabel 4; Pengamatan Bentuk, Ukuran, dan Tingkat Perkembangan Struktur Tanah Inseptisols
No. Sampel        Sampel         Keutuhan           Jumlah tetesan untuk                       
                          Tanah            agregat tanah      menghancurkan agregat tanah        
Lapisan I           Inseptisols      Cepat                 283 tetesan dalam waktu 10 menit      
Lapisan II          Inseptisols     Lambat              364 tetesan dalam waktu 10 menit
Lapisan III        Inseptisols     Sedang                348 tetesan dalam waktu 10 menit
4. 2 Pembahasan
Dari kegiatan pengamatan diperoleh hasil bahwa tanah inseptisols pada lapisan pertama mempunyai struktur granular dengan ukuran <2 cm dengan ketahanan stuktur yakni lemah dan apabila ditetesi oleh air memerlukan waktu yang lumayan cepat. Hal ini dibuktikan karena sisi-sisi agregat tanahnya  membentuk sudut–sudut

ped yang tajam. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003), yang menyatakan bahwa ciri tanah yang berstuktur angular adalah sumbu vertikal sama dengan sumbu horisontal dan sisi – sisinya membentuk sudut yang tajam.
            Pada tanah inseptisols lapisan kedua memiliki struktur subangular dengan ukuran <2 cm dengan ketahanan struktur yakni kuat, dan apabila ditetesi oleh air atau ditenggelamkan dalam air tanah ini memerlukan waktu yang lumayan lama untuk hancur. Tanah ini memiliki struktur subangular karena pada saat pengamatan ditemukan ciri-ciri yakni sisi-sisi agregatnya membentuk sudut membulat. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa struktur tanah subgranular memiliki ciri–ciri sumbu vertikal sama dengan sumbu horizontal dengan sisi-sisi agregatnya membentuk sudut membulat.
Pada tanah inseptisols lapisan ketiga diperoleh hasil bahwa struktur tanah ini adalah granular dengan ukuran sebesar <2 cm dengan ketahanan struktur sedang tetapi memerlukan waktu yang lumayan lama untuk hancur apabila ditetesi atau di tenggelamkan dalam air. Tanah ini memiliki struktur yang granular. Hal ini dibuktikan karena sisi-sisi agregat tanahnya  membentuk sudut yang tajam. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003), yang menyatakan bahwa ciri-ciri tanah yang berstuktur granular adalah sumbu vertikal sama dengan sumbu horizontal dan sisi – sisinya membentuk sudut yang tajam.


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, kita dapat menyimplkan bahwa Praktikum struktur tanah dilaksanakan di laboratorium kimia tanah, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar Disamping itu, faktor–faktor yang mempengaruhi kemamntapan struktur tanah adalah bahan induk, bahan organik tanah, iklim, tanaman, organisme tanah dan waktu.
5. 2 Saran
Agar persediaan alat  dapat ditingkatkan jumlahnya, supaya praktikum kedepannya dapat berjalan dengan lancar sehingga hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan dan dapat berpengaruh pada pertanian khususnya pertanian Indonesia kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi Utomo, W. 1982. Dasar-Dasar Fisika Tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian        Universitas Brawijaya: Malang.
Hanafiah, K.A. 2004. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Rajawali pers, Jakarta.
Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.
Miller, Donahue. 1990. Soil: An Introduction to Soils and Plant Growth. Prentice Hall, England. (Terjemahan) Gramedia Pustaka, Jakarta.
Tim dosen dan asisten. 2010. Penuntun Praktikum Dasar–Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.

Tidak ada komentar: