I. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Larutan tanah adalah sifat tanah yang mengandung
ion–ion terlarut yang merupakan hara tanaman. Konsentrasi ion–ion ini sangatlah
beragam, tergantung pada ion terlarut serta jumlah bahan pelarut.
Reaksi tanah yang penting adalah
masam, netral, dan alkalis. Dimana dalam pernyataan ini didasarkan pada jumlah
ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Bila dalam larutan
ditemukan ion H+ lebih banyak dari ion OH‑, maka reaksi
tanah tersebut adalah masam. Bila ion H+ sama dengan atau seimbang
dengan ion OH‑ maka reaksi tersebut adalah netral. Dan jika ion OH-
lebih banyak dari ion H+ maka reaksi tersebut disebut reaksi
alkalis.
Reaksi tanah berdasarkan atas
dua unsur dimana sumber keasaman tanah adalah asam–asam organik dan anorganik serta
ion–ion H dan Al dapat ditukar misalnya koloid dan sumber alkinitas atau
kebasahan dimana hasil hidrolisis dari ion dapat tukar atau garam–garam
alkalis.
Seperangkat faktor kimia
tertentu menentukan pH yang terukur pada tanah. Oleh karena itu, penentuan pH
tanah adalah salah satu uji yang paling penting yang dapat digunakan untuk
mendiagnosis masalah pertumbuhan tanaman. Misalnya, daun yang berwarna hijau
pucat pada tanaman yang sakit dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Apabila pH
tanahnya serendah 5,5 atau kurang, maka penyakit tanaman itu mungkin tidak
disebabkan oleh defisiensi besi, karena senyawa–senyawa besi mudah larut dalam
keadaan asam. Apabila pH
tanah adalah 8, maka kemungkinan adanya defisiensi
besi yang perlu diperhitungkan sungguh–sungguh karena senyawa–senyawa besi sangat
sukar larut pada tanah yang pH–nya 8.
Berdasarkan uraian di atas,
maka perlu melakukan percobaan reaksi tanah (pH) untuk mengetahui jenis reaksi
dan nilai pH tanah Inseptisols pada berbagai lapisan tanah.
1. 2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum reaksi tanah (pH) adalah
untuk mengetahui nilai pH pada tiap lapisan tanah Inseptisols.
Kegunaan dari praktikum reaksi
tanah (pH) adalah sebagai bahan informasi kepada pembaca khususnya mahasiswa
tentang jenis–jenis tanah yang dapat menentukan jenis suatu komoditas yang
dapat dikembangkan pada tanah tersebut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Defenisi Tanah
Tanah dapat dipandang
sebagai suatu sistem tiga fase, yaitu terdiri dari fase padat, cair dan gas.
Fase padat terdiri dari campuran bahan–bahan mineral (anorganik) dan
bahan–bahan organik. Bahan–bahan mineral merupakan kerangka dasar tanah. Pori–pori
berada diantara butiran dari fase padat. Pori–pori terisi oleh fase gas dan
fase cair. Fase cair berada sebagai selaput tipis sekeliling butiran fase padat
dan sebagian lagi menempati pori–pori yang berukuran kecil. Pori–pori yang
berukuran besar terdiri dari fase gas bila tidak terisi air. Di antara gas
dalam tanah dan gas dalam atmosfir terjadi pertukaran. Kegiatan biologik
seperti respirasi dan dekomposisi (perombakan) bahan organik, memerlukan
oksigen dan menghasilkan karbondioksida, mengakibatkan adanya proses difusi
oksigen dari udara ke dalam tanah dan karbondioksida dari tanah ke udara
(Pairunan, 1997).
2. 2 Tanah Sulfat Asam dan Permasalhannya
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau
alkalinitas tanah yang dinyatakan dalam pH. Nilai pH menunjukkan konsentrasi
ion hydrogen (H+) di dalam larutan tanah. Makin tinggi kadar larutan H+ di
dalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Pada tanah–tanah yang masam jumlah
ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih
banyak daripada H+ dan bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah bereaksi netral
yaitu mempunyai pH netral (Anonim, 2008).
Larutan
mempunyai pH 7 di sebut netral, lebih kecil dari 7 masam dan lebih besar dari 7
basis atau alkalis. Pada keadaan netral konsentrasi ion H+ sama besar dengan
konsentrasi ion OH- dan pada keadaan alkalis sebaliknya. Reaksi tanah menunjukkan
tentang keadaan atau status kimia tanah. Status kimia tanah mempengaruhi proses–proses
biologik, seperti pertumbuhan tanaman. (Pairunan, 1997).
Kemasaman
tanah ditentukan oleh dinamika ion H+ di dalam tanah, ion H+ yang terdapat
dalam suspensi tanah berada keseimbangan dengan ion H+ yang terjerap. Akibat
dari proses itu, maka dikenal 2 jenis kemasaman yaitu kemasaman aktif dan
kemasaman potensial. Kemasaman aktif disebabkan oleh ion H+ di dalam larutan
tanah, sedangkan kemasaman potensial disebabkan oleh ion H+ dan Al3+ yang
terjerap pada permukaan kompleks jerapan ( Hardjowigeno, 2003).
Reaksi
tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi
tanah yang netral, yaitu pH 6,5 - 7,5 maka unsur hara tersedia dalam jumlah
yang cukup banyak. Pada pH tanah kurang dari 6,0 maka ketersediaan unsur–unsur
fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium dan molibdium menurun dengan
cepat. Sedangkan pH tanah lebih besar dari 8,0 akan menyebabkan unsur–unsur nitrogen,
besi mangan, borium, tembaga dan seng ketersediaannya relatif lebih sedikit
(Anonim, 2008).
Di daerah rawa–rawa sering
ditemukan tanah–tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah
sulfat masam (cat clay) karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang
sangat kering (arid) kadang–kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0)
karena banyak mengandung garam Na (Hardjowigeno, 2003).
2. 3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Tanah
Reaksi
tanah atau yang disebut dengan pH
tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah terutama di daerah industri, antara lain sulfur
yang merupakan hasil sampingan dari industri gas, yang jika bereaksi dengan air
akan menghasilkan asam sulfur, dan asam nitrit yang secara alami merupakan
komponen renik dari air hujan. Hujan asam juga terjadi sebagai akibat
meningkatnya penggunaan dan pembakaran fosil–fosil padat yang menimbulkan gas–gas
sulfur dan nitrogen, yang kemudian bereaksi dengan air hujan (Hanafiah, 2004)
III. METODOLOGI
PERCOBAAN
3. 1 Tempat Dan Waktu
Praktikum percobaan reaksi
tanah dilaksanakan di laboratorium fisika tanah, Jurusan Ilmu Tanah,
Universitas Hasanuddin, Makassar. Berlangsung pada hari Selasa, 9 November
2010, pukul 11.00 WITA sampai selesai.
3. 2 Alat dan Bahan
Adapun bahan–bahan yang digunakan pada praktikum
reaksi tanah adalah sampel tanah terganggu tanah inceptisols, aquadest, tissu
rol, kertas label.
Adapun alat yang digunakan
adalah tabung reaksi, tempat roll film dan pH meter.
3. 3 Prosedur Kerja
3. 3. 1 Metode Kalorimeter
·
Memasukkan 1 g contoh tanah halus ke dalam tabung
reaksi atau rol film.
·
Menambahkan 3 ml air seling, kocok selama 30
menit, kemudian diamkan selama 5 menit sampai bahan tanah mengendap dan bagian
supernatan di atasnya.
·
Memindahkan bagian supernatan ke tabung lain,
kemudian celipkan kertas pH selama 1 menit.
·
Membandingkan dengan warna pH baku.
3. 3. 2 Metode Elektrometris
·
Memasukkan 10 g tanah halus ke dalam tabung reaksi
atau rol film dan tambahkan air suling 10 ml.
·
Mengoocok selama 30 menit dengan menggunakan mesin
kocok, dan diamkan selama 1 menit.
·
Mengukur dengan pH meter.
·
Membuat perbandingan air dan tanah dengan
perbandingan 1:2:3:4:5:7:10 dan melihat grafiknya.
·
Jika diinginkan pH KCl 1 N atau pH CaCl2 0,01 M
maka air suling diganti dengan larutan tersebut.
IV. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4. 1 Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan nilai Reaksi Tanah
(pH) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 12; Pengamatan Reaksi Tanah Inseptisols
Jenis tanah
pH
|
Lapisan I
6,3
Lapisan II 6,5
Lapisan III 6,7
|
4. 2 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh,
profil tanah Inseptisols pada lapisan I
memiliki nilai Reaksi Tanah (pH) sebesar 6,3 yang berarti agak masam. Pada
lapisan II memiliki nilai Reaksi Tanah (pH) sebesar 6,5. Pada lapisan 3
memiliki nilai Reaksi Tanah (pH) sebesar 6,7 yang berarti agak masam. pH pada daerah ini adalah agak masam. Hal ini
disebabkan karena adanya curah hujan yang tinggi yang menyebabkan pelapukan
batuan yang intensif. Dari pelapukan, basa-basa dan Al akan dibebaskan.
Basa-basa mudah tercuci, sedangkan Al mudah terjerap bersama ion H. Tinggallah
kation Al dan H sebagai kation dominan yang menyebabkan tanah bereaksi masam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim (1986), yang menyatakan bahwa senyawa Al
dan H merupakan sumber ion H+ dalam tanah berkemasaman sedang. Dalam hal ini
basa-basa menyumbangkan sedikit OH sehingga Al tidak lagi dalam bentuk ion Al3+,
tetapi dalam bentuk Al(OH)2+ atau Al(OH)2+. Sebagian dari ion ini terjerap dan dapat
dipertukarkan dan juga dalam keseimbangan dengan larutan. Melalui proses
hidrolisis akan menyumbangkan ion H sehingga merupakan sumber kemasaman.
Melihat kondisi pH pada tanah inseptisols ini
yang mempunyai tingkat kemasaman yang bisa dibilang agak masam. Namun, jika
berbicara tentang pengaruh pH tanah ini terhadap produktivitas tanaman, ini
bersifat relatif. Hal ini disebabkan karena kondisi pH untuk pertumbuhan pada
setiap tanaman berbeda – beda. Jadi untuk mendapatkan produktivitas tanaman
yang tinggi, maka sebaiknya sebelum melakukan penanaman dilakukan pengukuran pH
untuk mencocokkan kondisi pH tanah dengan tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh
maka dapat disimpulkan bahwa tanah inseptisol merupakan tanah yang agak masam,
hal ini sesuai dengan hasil pengamatan yang didapatkan yaitu secara berurutan,
lapisan 1; 6,3, lapisan 2; 6,5, lapisan 3: 6,7. Terjadinya perubahan pH pada
tanah inseptisols dipengaruhi oleh curah hujan.
5.2 Saran
Apabila tanah agak masam / masam, maka sebaiknya
ditambahkan dengan kapur agar tanah menjadi netral dan apabila tanah agak
alkalis / alkalis, maka sebaiknya ditambahkan dengan belerang / sulfur, agar
tanah menjadi netral, karena tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila pH suatu
tanah netral.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo
Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar
Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung
Hanafiah. 2004. Dasar–dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Hardjowigeno, H. Sarwono., 2003. Klasifikasi
Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.
Pairunan, Anna K., J. L.
Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua,
Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia
Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar