Jumat, 11 Mei 2012

Orientasi Itu Perlu (KPU)


ORIENTASI ITU PERLU
Sebagai negara demokrasi, tentunya Pemilihan Umum (Pemilu) sudah tidak asing lagi agi masyarakat Indonesia. Dimana pada dasarnya, negara demokrasi merupakan negara yang pemerintahnya dipilih langsung oleh rakyat. Artinya pemilihan ini dilakukan secara umum dan terang – terangan. Pemilu merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan pemerintah, baik itu pemerintah negara atau pemerintah daerah yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam pemilu, peserta yang berpartisipasi bukan hanya dari kalangan tertentu, teteapi semua masyarakat Indonesia yang cukup umur wajib menggunakan hak pilihnya di dalam pemilu.
Sebelum diadakan pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memperkenalkan kandidat – kandidat yang ada kepada semua masyarakat. Banyak cara yang digunakan KPU untyuk hal tersebut. Contohnya, pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang dalam waktu dekat ini akan diadakan oleh KPU Kab. Maros untuk memilih Bupati baru untuk periode selanjutnya. Yang banyak terlihat, yakni baliho atau poster – poster para kandidat yang sudah membuah pada pohon – pohon di sekitar jalan poros di Kab. Maros. Tujuannya, agar masyarakat bisa mengenali wajah calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang akan dipilih.
Bukan hanya KPU yang sibuk memperkenalkan para kandidat kepada masyarakat. Bahkan, kandidat sendiri turun tangan untuk memperkenalkan diri dan berusaha menarik simpati masyarakat dengan cara mereka sendiri. Berbagai bentuk sosialisasi pun mereka gunakan. Karenaa meraa kurang dengan baliho yang dipasang KPU, tak jarang dari mereka membuat baliho sendiri. Kini buah pohon bertambah banyak karena ulah mereka. Wajah – wajah meyakinkan telah terpampang disana dan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa “Inilah Pilihanku”.
Merasa belum cukup, para kandidat dan wakilnya beserta tim suksesnya menggunakan cara lain. Iklan baris dan iklan suara pun dipasang diberbagai media. Kerap kali kita mendengarkan radio lokal, suara kandidat dan wakilnya terdengar sangat meyakinkan. Maksud dan tujuan mereka sama, yakni memperkenalkan diri mereka. Tetapi, kali ini sedikit berbeda denga poster yang mereka pasang. Melalui udara, mereka menyebutkan visi dan misinya ketika mereka menjabat nanti. Berharap masyarakat bisa memilih mereka di dalam pemilu.
Tak bisa dipungkiri, usaha – usaha yang mereka lakukan hanya untuk menarik simpati masyarakat. Mobilitas para kandidat Kepala Daerah dan wakilnya makin memanas. Tiada hari yang dilalui tanpa menjual jamu. Tebar pesona pun menjadi hobi mereka setipa hari sebelum hari pencontrengan. Mereka seperti orang yang paling baik, menjual gigi kesana kemari. Tapi sebagai masyarakat, kita memaklumi bahwa itulah usaha mereka. Para kandidat dan wakilnya memiliki ide – ide cemerlang untuk kemakmuran daerah dan masyarakatnya ke depan.
Intensitas untuk mensosialisasikan diri ke masyarakat makin besar. Para kandidat dan wakilnya semakin menunjukkan kualitas dirinya dalam berpolitik. Bagi mereka, politik berjalan, suara pun banyak. Tak jarang dari mereka menghalalkan segala cara untuk mendapatkan simpati masyarakat. Mereka dan tim suksesnya pun menghalalkan money polotics.
Patut direnungkan bersama bahwa untuk bertarung dalam prosesi politik pilkada yang meterialistik, tentunya membutuhkan dana yang lumayan besar untuk menggerakkan hati masyarakat. Meskipun demikian, ada juga politisi yang mengharamkan hal tersebut. Sebagian dari mereka hanya menggunakan kata – kata untuk mendapatkan suara. Seperti halnya yang terjadi pada kampanye.
Untuk memperkenalkan para kandidat Kepala Daerah dan wakilnya, KPU mengadakan kampanye akbar. Kampanye ini berbeda dengan kampanye yang dilakukan oleh para kandidat dan wakilnya bersama dengan tim suksesnya. Dalam kampanye ini semua kandidat dan wakilnya dipertemukan dalam satu lokasi. Dalam kampanye tidak bisa dihindari perang statement antar kandidat.
Bila sebelumnya, masyarakat mendengar para kandidat dan wakilnya saling sindir dengan kandidat yang lain. Kini tim suksesnya tidak bisa menahan diri. Saat kampanye antar kandidar berlangsung, banyak pengamat yang heran. Mereka menilai acara yang diagendakan oleh KPU merupakan ajang silatuhrahmi antar kandidat atau merupakan ajang untuk saling sindir.
Sebagai calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang baik mereka harus mengingatkan tim suksesnya untuk tidak bersifat reaksional dan emosional dalam melakukan kampanye. Hal ini dilakukannya, semata – mata untuk menyukseskan jalannya kampanye. Sehingga terkesan aman dan damai. Karena kampanye yang baik adalah kampanye yang tidak tergolong dalam black campaign.
Namun, bagi mereka kampanye bukanlah wadah yang terbaik untuk mendapatkan dukungan suara yang banyak. Para kandidat pun menggerakkan tim suksesnya. Dan yang pasti mereka pun turun tangan dalam hal ini. Para calon Kepala Daerah dan wakilnya mempunyai hobi baru yaitu rajin berkunjung ke berbagai daerah dan membagi buah tangan kepada masyarakat. Selain itu, mereka juga memanfaatkan moment ini untuk mendengarkan berbagai aspirasi dari masyarakat. Disinilah mereka sering menggumbar janji – janji palsu.
Jika berbicara tentang buah tangan, mungkin inilah yang sangat berpengaruh dan sangat berkesan bagi masyarakat. Bagaimana tidak? Buah tangan yang diberikan oleh para kandidat sangat bervariasi. Bukan hanya dari jenisnya, teteapi jika dilihat dari harganya, sungguh sangat menggiurkan. Buah tangan yang dibagikan mulai dari harga ribuan, puluhan ribu, ratusan bahkan jutaan pun ada. Sungguh dunia politik yang dimonopoli oleh material.
Tapi, pertanyaan timbul dari dalam hati. Apakan mereka ikhlas? Jawabannya sangat beragam (maybe yes, maybe no). sungguh sulit mendapatkan jawaban yang pasti. Padahal memberikan sesuatu kepada masyarakat dengan ikhlas merupakan hal yang sangat terpuji. Tapi, mengapa hal ini masih dipertanyakan? Apakah ada udang di balik batu? Entahlah.
Memang di dunia politik tidak ubahnya muncul pertanyaan – pertanyaan yang membingungkan. Tapi, itulah usaha mereka memperkenalkan dirinya kepada masyarakat.
Pilkada memang sangat demokratis karena langsung dipilih oleh rakyat. Namun patut dipertanyakan, apakah mereka masih tulus memilih? Jangan sampai pemilih yang tulus jumlahnya semankin minim. Dan sebaliknya, pemilih yang mengharapkan material jumlahnya justru lebih banyak.
Detik demi detik berlalu. Kini hari H percontrengan semakin dekat. Kian dekatnya hari H, membuat makin panasnya puka suasana politik. Pada saat menjelang hari itu, banyak kandidat Kepala Daerah dan wakilnya melakukan money politik. Fakta yang terlihat pada malam pencontrengan, banyak tim sukses yang memberikan something diference kepada masyarakat. Hal itulah yang biasa disebut money politik.
Semestinya hal itu sudah tidak lagi dilakukan oleh para kandidat Kepala Daerah dan wakilnya. Apalagi merekalah yang nantinya akan menjadi pimpinan daerah jika terpilih nanti. Harusnya mereka membenahi diri sebelum menjadi seorang pemimpin. Bukannya melakukan hal – hal yang bersifat negative seperti itu. Yakin saja calon yang melakukan hal tersebut, nantinya tidak akan memperdulikan daerahnya. Mereka hanya mementingkan diri sendiri dana berusaha mengembalikan dana yang dikeluarkan sebelum pencontrengan.
Tentunya sebagai masyarakat khususnya pelajar yang menginginkan seorang pemimpin yang best of the best dan peduli terhadap aspirasi dan inspirasi rakyat, kami tidak menginginkan pemimpin yang demikian. Bagi kami, opemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak pernah melakukan money politik dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Perilaku money politics para kandidat Kepala Daerah dan wakilnya akan mendatangkan dampak negative dalam kepemimpinannya. Hal ini menghambat pembangunan daerah dan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya. Karena pemimpin sangat menentukan masa depan bangsa dan daerahnya.
Karenanya, untuk menghasilkan pemimpin yang best of the best, sebaiknya semua pihak harus mengedepankan etika untuk meraih simpati masyarakat sebagai calon pemilih. Intinya, jangan sampai ada politik uang dalam kegiatan kampanye. Pertarungan harus dimenangkan secara adil dengan menonjolkan program, agar masyarakan pemilih tertarik, dan bukan dengan iming – iming uang atau apapun. Para kandidat Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta tim suksesnya harus mempunyai amanah moral mengajak masyarakat mengguunakan hal politiknya menjadi pemilih yang cerdas untuk mengamati visi – misi atau ide –ide cemerlang dari semua pasangan kandidat yang ada.
Maka dari itu, kita harus cermat dalam memilih. Ketika salah memilih pemimpin, konsekuensinya daerah pun akan terhambat kemajuannya. Pemilih cerdas menjadi penyadaran terutama bagi pemilih pemula untuk menggunakan potensi akalnya secara sadar memutuskan suatu pilihan. Gerakan pemilih cerdas menjadi pengajaran agi rakyat agar merdeka dalam berfikir, merdeka memutuskan pilihan. Tanpa intimidasi, hasutan, tipuan, dan rayuan yang penuh birahi kekuasaan. Kita berharap para pemilih menggunakan hak pilihnyadengan memilih calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang berpihak kepada rakyat.
Untuk itu, mari satukantekad untuk merapatkan barisan menyukseskan pemilu yang aman dan nyaman dengan pelaksanaan yang jujur dan adil. Berkampanye secara sehat akan menentukan perkembangan demokrasi bangsa kita ke depan. Satu hal lagi yang harus diingat, mari kita pergunakan hal pilih kita untuk mementukan nasib kita ke depan. Caranya, pilih dan kenalilah calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang pedili terhadap aspirasi dan inspirasi rakyat
(Artikel ini dibuat untuk mengikuti lomba penulisan essay yang diselenggarkan oleh KPU Kab. Maros)

Tidak ada komentar: